RSS

BUDAYA




BUDAYA



Definisi Budaya

            Budaya adalah suatu cara hidup yang berkembang dan dimiliki bersama oleh sebuah kelompok orang dan diwariskan dari generasi ke generasi. Budaya terbentuk dari banyak unsur yang rumit, termasuk sistem agama dan politik, adat istiadat, bahasa, perkakas, pakaian, bangunan, dan karya seni. Bahasa, sebagaimana juga budaya, merupakan bagian tak terpisahkan dari diri manusia sehingga banyak orang cenderung menganggapnya diwariskan secara genetis. Ketika seseorang berusaha berkomunikasi dengan orang-orang yang berbada budaya dan menyesuaikan perbedaan-perbedaannya, membuktikan bahwa budaya itu dipelajari.
            Budaya adalah suatu pola hidup menyeluruh. budaya bersifat kompleks, abstrak, dan luas. Banyak aspek budaya turut menentukan perilaku komunikatif. Unsur-unsur sosio-budaya ini tersebar dan meliputi banyak kegiatan sosial manusia.
            Beberapa alasan mengapa orang mengalami kesulitan ketika berkomunikasi dengan orang dari budaya lain terlihat dalam definisi budaya: Budaya adalah suatu perangkat rumit nilai-nilai yang dipolarisasikan oleh suatu citra yang mengandung pandangan atas keistimewaannya sendiri.”Citra yang memaksa” itu mengambil bentuk-bentuk berbeda dalam berbagai budaya seperti “individualisme kasar” di Amerika, “keselarasan individu dengan alam” d Jepang dan “kepatuhan kolektif” di Cina. Citra budaya yang brsifat memaksa tersebut membekali anggota-anggotanya dengan pedoman mengenai perilaku yang layak dan menetapkan dunia makna dan nilai logis yang dapat dipinjam anggota-anggotanya yang paling bersahaja untuk memperoleh rasa bermartabat dan pertalian dengan hidup mereka.
Dengan demikian, budayalah yang menyediakan suatu kerangka yang koheren untuk mengorganisasikan aktivitas seseorang dan memungkinkannya meramalkan perilaku orang lain.
Pengertian Kebudayaan

            Kebudayaan sangat erat hubungannya dengan masyarakat. Melville J. Herskovits dan Bronislaw Malinowski mengemukakan bahwa segala sesuatu yang terdapat dalam masyarakat ditentukan oleh kebudayaan yang dimiliki oleh masyarakat itu sendiri. Istilah untuk pendapat itu adalah Cultural-Determinism.
            Herskovits memandang kebudayaan sebagai sesuatu yang turun temurun dari satu generasi ke generasi yang lain, yang kemudian disebut sebagai superorganic. Menurut Andreas Eppink, kebudayaan mengandung keseluruhan pengertian nilai sosial,norma sosial, ilmu pengetahuan serta keseluruhan struktur-struktur sosial, religius, dan lain-lain, tambahan lagi segala pernyataan intelektual dan artistik yang menjadi ciri khas suatu masyarakat.
            Menurut Edward Burnett Tylor, kebudayaan merupakan keseluruhan yang kompleks, yang di dalamnya terkandung pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, hukum, adat istiadat, dan kemampuan-kemampuan lain yang didapat seseorang sebagai anggota masyarakat.
            Menurut Selo Soemardjan dan Soelaiman Soemardi, kebudayaan adalah sarana hasil karya, rasa, dan cipta masyarakat.
            Dari berbagai definisi tersebut, dapat diperoleh pengertian mengenai kebudayaan adalah sesuatu yang akan memengaruhi tingkat pengetahuan dan meliputi sistem ide atau gagasan yang terdapat dalam pikiran manusia, sehingga dalam kehidupan sehari-hari, kebudayaan itu bersifat abstrak. Sedangkan perwujudan kebudayaan adalah benda-benda yang diciptakan oleh manusia sebagai makhluk yang berbudaya, berupa perilaku dan benda-benda yang bersifat nyata, misalnya pola-pola perilaku, bahasa, peralatan hidup, organisasi sosial, religi, seni, dan lain-lain, yang kesemuanya ditujukan untuk membantu manusia dalam melangsungkan kehidupan bermasyarakat.
Cara pandang terhadap kebudayaan
1.      Kebudayaan Sebagai Peradaban

            Saat ini, kebanyakan orang memahami gagasan “budaya” yang dikembangkan di Eropa pada abad ke-18 dan awal abad ke-19. Gagasan tentang “budaya” ini merefleksikan adanya ketidakseimbangan antara kekuatan Eropa dan kekuatan daerah-daerah yang dijajahnya. Mereka menganggap ‘kebudayaan’ sebagai “peradaban” sebagai lawan kata dari “alam”. Menurut cara pikir ini, kebudayaan satu dengan kebudayaan lain dapat diperbandingkan; salah satu kebudayaan pasti lebih tinggi dari kebudayaan lainnya.
            Pada prakteknya, kata kebudayaan merujuk pada benda-benda dan aktivitas yang “elit” seperti misalnya memakai baju yang berkelas, fine art, atau mendengarkan musik klasik, sementara kata berkebudayaan digunakan untuk menggambarkan orang yang mengetahui, dan mengambil bagian, dari aktivitas-aktivitas di atas. Sebagai contoh, jika seseorang berpendendapat bahwa musik klasik adalah musik yang “berkelas”, elit, dan bercita rasa seni, sementara musik tradisional dianggap sebagai musik yang kampungan dan ketinggalan zaman, maka timbul anggapan bahwa ia adalah orang yang sudah “berkebudayaan”.
            Orang yang menggunakan kata “kebudayaan” dengan cara ini tidak percaya ada kebudayaan lain yang eksis; mereka percaya bahwa kebudayaan hanya ada satu dan menjadi tolak ukur norma dan nilai di seluruh dunia. Menurut cara pandang ini, seseorang yang memiliki kebiasaan yang berbeda dengan mereka yang “berkebudayaan” disebut sebagai orang yang “tidak berkebudayaan”; bukan sebagai orang “dari kebudayaan yang lain.” Orang yang “tidak berkebudayaan” dikatakan lebih “alam,” dan para pengamat seringkali mempertahankan elemen dari kebudayaan tingkat tinggi (high culture) untuk menekan pemikiran “manusia alami” (human nature)
            Sejak abad ke-18, beberapa kritik sosial telah menerima adanya perbedaan antara berkebudayaan dan tidak berkebudayaan, tetapi perbandingan itu -berkebudayaan dan tidak berkebudayaan- dapat menekan interpretasi perbaikan dan interpretasi pengalaman sebagai perkembangan yang merusak dan “tidak alami” yang mengaburkan dan menyimpangkan sifat dasar manusia. Dalam hal ini, musik tradisional (yang diciptakan oleh masyarakat kelas pekerja) dianggap mengekspresikan “jalan hidup yang alami” (natural way of life), dan musik klasik sebagai suatu kemunduran dan kemerosotan.
            Saat ini kebanyak ilmuwan sosial menolak untuk memperbandingkan antara kebudayaan dengan alam dan konsep monadik yang pernah berlaku. Mereka menganggap bahwa kebudayaan yang sebelumnya dianggap “tidak elit” dan “kebudayaan elit” adalah sama – masing-masing masyarakat memiliki kebudayaan yang tidak dapat diperbandingkan. Pengamat sosial membedakan beberapa kebudayaan sebagai kultur populer (popular culture) atau pop kultur, yang berarti barang atau aktivitas yang diproduksi dan dikonsumsi oleh banyak orang.







2.      Kebudayaan sebagai “sudut pandang umum”

            Selama Era Romantis, para cendekiawan di Jerman, khususnya mereka yang peduli terhadap gerakan nasionalisme – seperti misalnya perjuangan nasionalis untuk menyatukan Jerman, dan perjuangan nasionalis dari etnis minoritas melawan Kekaisaran Austria-Hongaria – mengembangkan sebuah gagasan kebudayaan dalam “sudut pandang umum”. Pemikiran ini menganggap suatu budaya dengan budaya lainnya memiliki perbedaan dan kekhasan masing-masing. Karenanya, budaya tidak dapat diperbandingkan. Meskipun begitu, gagasan ini masih mengakui adanya pemisahan antara “berkebudayaan” dengan “tidak berkebudayaan” atau kebudayaan “primitif.”
            Pada akhir abad ke-19, para ahli antropologi telah memakai kata kebudayaan dengan definisi yang lebih luas. Bertolak dari teori evolusi, mereka mengasumsikan bahwa setiap manusia tumbuh dan berevolusi bersama, dan dari evolusi itulah tercipta kebudayaan.
            Pada tahun 50-an, subkebudayaan – kelompok dengan perilaku yang sedikit berbeda dari kebudayaan induknya – mulai dijadikan subyek penelitian oleh para ahli sosiologi. Pada abad ini pula, terjadi popularisasi ide kebudayaan perusahaan – perbedaan dan bakat dalam konteks pekerja organisasi atau tempat bekerja.

3.      Kebudayaan sebagai Mekanisme Stabilisasi

            Teori-teori yang ada saat ini menganggap bahwa (suatu) kebudayaan adalah sebuah produk dari stabilisasi yang melekat dalam tekanan evolusi menuju kebersamaan dan kesadaran bersama dalam suatu masyarakat, atau biasa disebut dengan tribalisme.
4.      Penetrasi kebudayaan

 Penetrasi kebudayaan dapat terjadi dengan dua cara:


a.       Penetrasi damai (penetration pasifique)

Masuknya sebuah kebudayaan dengan jalan damai. Misalnya, masuknya pengaruh kebudayaan Hindu dan Islam ke Indonesia. Penerimaan kedua macam kebudayaan tersebut tidak mengakibatkan konflik, tetapi memperkaya khasanah budaya masyarakat setempat. Pengaruh kedua kebudayaan ini pun tidak mengakibatkan hilangnya unsur-unsur asli budaya masyarakat.
Penyebaran kebudayaan secara damai akan menghasilkan Akulturasi, Asimilasi, atau Sintesis. Akulturasi adalah bersatunya dua kebudayaan sehingga membentuk kebudayaan baru tanpa menghilangkan unsur kebudayaan asli. Contohnya, bentuk bangunan Candi Borobudur yang merupakan perpaduan antara kebudayaan asli Indonesia dan kebudayaan India. Asimilasi adalah bercampurnya dua kebudayaan sehingga membentuk kebudayaan baru. Sedangkan Sintesis adalah bercampurnya dua kebudayaan yang berakibat pada terbentuknya sebuah kebudayaan baru yang sangat berbeda dengan kebudayaan asli.
b.      Penetrasi Kekerasan (penetration violante)

Masuknya sebuah kebudayaan dengan cara memaksa dan merusak. Contohnya, masuknya kebudayaan Barat ke Indonesia pada zaman penjajahan disertai dengan kekerasan sehingga menimbulkan goncangan-goncangan yang merusak keseimbangan dalam masyarakat. Wujud budaya dunia barat antara lain adalah budaya dari Belanda yang menjajah selama 350 tahun lamanya. Budaya warisan Belanda masih melekat di Indonesia antara lain pada sistem pemerintahan Indonesia.
Wujud dan komponen
Wujud
Menurut J.J. Hoenigman, wujud kebudayaan dibedakan menjadi tiga: gagasan, aktivitas, dan artefak.
a.       Gagasan (Wujud ideal)

Wujud ideal kebudayaan adalah kebudayaan yang berbentuk kumpulan ide-ide, gagasan, nilai-nilainorma-norma, peraturan, dan sebagainya yang sifatnya abstrak; tidak dapat diraba atau disentuh. Wujud kebudayaan ini terletak dalam kepala-kepala atau di alam pemikiran warga masyarakat. Jika masyarakat tersebut menyatakan gagasan mereka itu dalam bentuk tulisan, maka lokasi dari kebudayaan ideal itu berada dalam karangan dan buku-buku hasil karya para penulis warga masyarakat tersebut.
b.      Aktivitas (tindakan)

Aktivitas adalah wujud kebudayaan sebagai suatu tindakan berpola dari manusia dalam masyarakat itu. Wujud ini sering pula disebut dengan sistem sosial. Sistem sosial ini terdiri dari aktivitas-aktivitas manusia yang saling berinteraksi, mengadakan kontak, serta bergaul denganmanusia lainnya menurut pola-pola tertentu yang berdasarkan adat tata kelakuan. Sifatnyakonkret, terjadi dalam kehidupan sehari-hari, dan dapat diamati dan didokumentasikan.
c.       Artefak (karya)

Artefak adalah wujud kebudayaan fisik yang berupa hasil dari aktivitas, perbuatan, dan karya semua manusia dalam masyarakat berupa benda-benda atau hal-hal yang dapat diraba, dilihat, dan didokumentasikan. Sifatnya paling konkret di antara ketiga wujud kebudayaan. Dalam kenyataan kehidupan bermasyarakat, antara wujud kebudayaan yang satu tidak bisa dipisahkan dari wujud kebudayaan yang lain. Sebagai contoh: wujud kebudayaan ideal mengatur dan memberi arah kepada tindakan (aktivitas) dan karya (artefak) manusia.
d.      Komponen
Berdasarkan wujudnya tersebut, Budaya memiliki beberapa elemen atau komponen, menurut ahli antropologi Cateora, yaitu :
·         Kebudayaan material

Kebudayaan material mengacu pada semua ciptaan masyarakat yang nyata, konkret. Termasuk dalam kebudayaan material ini adalah temuan-temuan yang dihasilkan dari suatu penggalian arkeologi: mangkuk tanah liat, perhisalan, senjata, dan seterusnya. Kebudayaan material juga mencakup barang-barang, seperti televisi, pesawat terbang, stadion olahraga, pakaian, gedung pencakar langit, dan mesin cuci.
·         Kebudayaan nonmaterial

Kebudayaan nonmaterial adalah ciptaan-ciptaan abstrak yang diwariskan dari generasi ke generasi, misalnya berupa dongeng, cerita rakyat, dan lagu atau tarian tradisional.
Lembaga social

Lembaga social dan pendidikan memberikan peran yang banyak dalam kontek berhubungan dan berkomunikasi di alam masyarakat. Sistem social yang terbantuk dalam suatu Negara akan menjadi dasar dan konsep yang berlaku pada tatanan social masyarakat. Contoh Di Indonesia pada kota dan desa dibeberapa wilayah, wanita tidak perlu sekolah yang tinggi apalagi bekerja pada satu instansi atau perusahaan. Tetapi di kota – kota besar hal tersebut terbalik, wajar seorang wanita memilik karier

Sistem kepercayaan

Bagaimana masyarakat mengembangkan dan membangun system kepercayaan atau keyakinan terhadap sesuatu, hal ini akan mempengaruhi system penilaian yang ada dalam masyarakat. Sistem keyakinan ini akan mempengaruhi dalam kebiasaan, bagaimana memandang hidup dan kehidupan, cara mereka berkonsumsi, sampai dengan cara bagaimana berkomunikasi.





Estetika

Berhubungan dengan seni dan kesenian, music, cerita, dongeng, hikayat, drama dan tari –tarian, yang berlaku dan berkembang dalam masyarakat. Seperti di Indonesia setiap masyarakatnya memiliki nilai estetika sendiri. Nilai estetika ini perlu dipahami dalam segala peran, agar pesan yang akan kita sampaikan dapat mencapai tujuan dan efektif. Misalkan di beberapa wilayah dan bersifat kedaerah, setiap akan membangu bagunan jenis apa saj harus meletakan janur kuning dan buah – buahan, sebagai symbol yang arti disetiap derah berbeda. Tetapi di kota besar seperti Jakarta jarang mungkin tidak terlihat masyarakatnya menggunakan cara tersebut.
Bahasa

Bahasa merupakan alat pengatar dalam berkomunikasi, bahasa untuk setiap walayah, bagian dan Negara memiliki perbedaan yang sangat komplek. Dalam ilmu komunikasi bahasa merupakan komponen komunikasi yang sulit dipahami. Bahasa memiliki sidat unik dan komplek, yang hanya dapat dimengerti oleh pengguna bahasa tersebu. Jadi keunikan dan kekomplekan bahasa ini harus dipelajari dan dipahami agar komunikasi lebih baik dan efektif dengan memperoleh nilai empati dan simpati dari orang lain.
Perubahan sosial budaya
Perubahan sosial budaya dapat terjadi bila sebuah kebudayaan melakukan kontak dengan kebudayaan asing.
Perubahan sosial budaya adalah sebuah gejala berubahnya struktur sosial dan pola budaya dalam suatu masyarakat.
Perubahan sosial budaya merupakan gejala umum yang terjadi sepanjang masa dalam setiap masyarakat. Perubahan itu terjadi sesuai dengan hakikat dan sifat dasar manusia yang selalu ingin mengadakan perubahan. Hirschman mengatakan bahwa kebosanan manusia sebenarnya merupakan penyebab dari perubahan.
Ada tiga faktor yang dapat memengaruhi perubahan sosial:
a.       tekanan kerja dalam masyarakat
b.      keefektifan komunikasi
c.       perubahan lingkungan alam.
Perubahan budaya juga dapat timbul akibat timbulnya perubahan lingkungan masyarakat, penemuan baru, dan kontak dengan kebudayaan lain. Sebagai contoh, berakhirnya zaman esberujung pada ditemukannya sistem pertanian, dan kemudian memancing inovasi-inovasi baru lainnya dalam kebudayaan.
Budaya atau kebudayaan berasal dari bahasaSansekerta yaitu buddhayah, yang merupakan bentuk jamak dari buddhi, diartikan sebagai hal-hal yang berkaitan dengan budi dan akal manusia.
Menurut Andreas Eppink, kebudayaan mengandung keseluruhan pengertian, nilai, norma, ilmupengetahuan,keseluruhan struktur sosial, religius, serta segala pernyataan intelektual dan artistik yang menjadi ciri khas suatu masyarakat.
Menurut Edward B. Tylor, kebudayaan merupakan keseluruhan yang kompleks, yang di dalamnya terkandung pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, hukum, adat istiadat, dan kemampuan-kemampuan lain.
Menurut Selo Soemardjan dan Soelaiman Soemardi , Kebudayaan adalah sarana hasil karya, rasa, dan cipta masyarakat

Dari berbagai definisi tersebut, dapat diperoleh kesimpulan :
Kebudayaan akan mempengaruhi tingkat pengetahuan dan meliputi sistem ide atau gagasan yang terdapat dalam pikiran manusia, sehingga dalam kehidupan sehari-hari, kebudayaan itu bersifatabstrak. Sedangkan perwujudan kebudayaan adalah benda-benda yang diciptakan oleh manusia sebagai makhluk yang berbudaya, berupa perilaku dan benda-benda yang bersifat nyata, misalnyapola-pola perilaku, bahasa, peralatan hidup, organisasi sosial, religi, seni, dan lain-lain, yang kesemuanya ditujukan untuk membantu manusia dalam melangsungkan kehidupan bermasyarakat.

Contoh Budaya Bali

Desa merupakan jenis pemukiman utama di Bali. Setiap Desa dihuni oleh 200 sampai beberapa ribu orang. Di sekitar lapangan tengah desa terdapat kuren, kumpulan rumah keluarga yang dibatasi oleh dinding-dinding tinggi. Setiap kuren dihuni beberapa keluarga yang bersembahyang, memasak, dan makan bersama. Lapangan tengah desa merupakan tempat berkumpul penduduk desa yang menggunakannya untuk kegiatan budaya, pertemuan, sosialisasi, dan sebagainya.
Masyarakat Bali dikelompokkan dalam dua macam, Yang pertama—wangsa—didasarkan atas keturunan, yakni setiap orang dilahirkan sebagai kaum ningrat atau sudra (juga dikenal sebagaijaba, yang secara harfiah berarti orang luas istana). Kaum ningrat, berikutnya dibagi menjadi tiga kasta, yaitu pendeta-pendeta (brahmana) bangsawan-bangsawan yang berkuasa (satriya), dan prajurit-prajurit (wesya). Sebagian besar penduduk bali adalah sudra.

“Perempuan Bali Bergotong Royong”. Foto oleh Yves Picq
Penanda sosial kedua didasarkan atas tempat tinggal seseorang dengan sistem banjar yang merupakan tulang punggung tatanan ini. Di setiap desa mungkin terdapat lebih dari satu banjar,setiap banjar meliputi anggota sekitar lingkungan desa. Sistem ini berpusat pada pria dan setiap pria Bali diwajibkan menjadi anggota suatu banjar,sedang wanitanya dilarang. Di dalam setiap banjar,seorang anggota dipilih sebagai ketua dan mendapat setidaknya beberapa hak istimewa seperti memperoleh tambahan nasi sewaktu perayaan tertentu. Sebenarnya, banjar berperan seperti koperasi, lengkap dengan dana bersama, dan bahkan kepemilikan sawah bersama.




Meskipun bergelut dengan hantaman globalisasi dan derasnya informasi, kebudayaan khas yang telah lama mengakar pada masarakat Bali tetap kokoh sebagai ciri khas mereka. Mungkin perubahan terjadi, tapi mereka sepertinya bisa menyelaraskannya kembali, beberapa ciri dan cara orang Bali dalam kehidupan sosial dan Budayanya sebagai berikut:
Jatakarma Samskara (Upacara Kelahiran). Berbagai persiapan harus dilakukan untuk menyambut kelahiran seorang bayi, bahkan persiapan dimulai dari jauh waktu sejak bayi masih dalam kandungan ibu. Serangkaian larangan bagi ibu yang sedang hamil misalnya: tidak boleh memakan makanan berasal dari hewan; tidak diperbolehkan memakan daging kerbau atau babi; jangan melihat darah atau orang yang terluka; tidak boleh melihat orang yang meninggal; dianjurkan untuk diam di rumah dengan upacara penyucian agar kelahiran bayi nantinya berjalan normal.
Bapak dari sang bayi harus dapat menghadiri kelahiran sang bayi dan menemani sang istri. Ketika sang bayi lahir, dulu, saat bayi lahir, sang bapak lah yang harus memotong ari-arinya dengan menggunakan pisau bambu. Ari-ari itu lalu disimpan dan nanti harus  dilingkarkan di leher sang bayi. Pada hari ke-21 setelah kelahiran, sang bayi akan dipakaikan pakaian, seperti; gelang dari perak atau emas sesuai dengan kemampuan dan adat yang ada.

“Ritual Potong Gigi” Foto oleh Abdes Prestaka
Mepandes (Upacara Potong Gigi). Upacara pada masa transisi dari anak-anak menuju masa selanjutnya yang dijalankan oleh masyarakat Bali adalah upacara potong gigi atau mepandes, yaitu mengikir dan meratakan gigi bagian atas yang berbentuk taring. Tujuannya adalah untuk mengurangi sifat jahat atau buruk (sad ripu). Mepandes dilaksanakan oleh seorang sanggingsebagai pelaksana langsung dengan ditemani seorang Pandita (Pinandita).
Pawiwahan (Upacara Perkawinan). Upacara transisi lainnya adalah pernikahan atau Pawiwahan.Pawiwahan bagi orang Bali adalah persaksian di hadapan Sang Hyang Widi dan juga kepada masyarakat bahwa kedua orang yang yang akan menikah (mempelai) telah mengikatkan diri sebagai suami-istri.
Dalam pelaksanaan pernikahan ini, akan terlebih dahulu dipilih hari yang baik, sesuai dengan persyaratannya, ala-ayuning. Orang bali punya cara sendiri dalam menghitung hari dan tanggal baik sesuai dengan pertanggalan mereka, umumnya hari dan waktu yang baik ini dihitung oleh seorang ahli yang sangat mengerti perhitungan waktu dalam sistem penanggalan Bali. Hampir semua masyarakat masih mengenal sistem penanggalan Bali karena mereka dalam kesehariannya masih menggunakan kalender Bali.
Tempat melaksanakan pernikahan dapat dilakukan di rumah mempelai perempuan atau laik-laki sesuai dengan hukum adat setempat–desa, kala, patra)–yang Pelaksanaannya dipimpin oleh seorang Pendeta (Pinandita), Wasi dan atau Pemangku.




Ngaben (Upacara Kematian). Ngaben adalah upacara kematian pada masayarakat Bali yang dilakukan dengan cara kremasi. Ngaben merupakan rangkaian akhir dari roda kehidupan manusia di Bumi. Menurut ajaran Hindu, roh itu bersifat immortal (abadi), setelah bersemayam dalam jasad manusia, ketika manusia tersebut dinyatakan meninggal, roh akan be-reinkarnasi. Tapi sebelumnya, roh terlebih dahulu akan melewati sebuah fase di nirwana untuk disucikan; sesuai dengan catatan kehidupan selama di bumi (karma). Ngaben merupakan proses penyucian roh dari dosa-dosa yang telah lalu.
Oleh karena itu, orang Bali tidak menganggap kematian sebagai akhir dari segalanya, kematian merupakan bagian dari fase kehidupan yang baru. Seperti yang tercantum dalam Bhagavadgita,“akhir dari keidupan adalah kematian dan awal dari kematian adalah kehidupan”.

SUMBER :




0 komentar:

Posting Komentar